Latar Belakang
Banyak sekolah yang berlomba melengkapi dan
memodernisasi fasilitas belajar-mengajar. Bahkan dengan sarana yang
memanfaatkan teknologi canggih, seperti kelas dengan perlengkapan multimedia,
sarana olahraga yang sedang popular, laboratorium computer dan bahasa, absensi
elektronik, laboratorium IPA dan Fisika, hingga amphitheatre, dan
lain-lain.
Bahkan mulai menjamur sekolah dengan sistem “boarding
school” dengan berbagai konsep, seperti nuansa agama, internasional, dan
sebagainya.
Dengan dimilikinya fasilitas ”physical”
tersebut sekolah berharap akan terbentuk citra sebagai sekolah modern dan
terdepan. Pada kenyataannya masyarakat pun akan menganggapnya demikian, namun
dalam bahasa yang lebih sederhana ‘semakin mewah gedung dan fasilitasnya,
berarti semakin mahal biayanya’, semakin mewah mobil yang mengantar anak ke
sekolah dan selalu membuat kemacetan, kian dikenal eksklusif sekolahnya.
Dilain pihak menurut pandangan atau persepsi orang tua
calon siswa, sekolah mahal belum tentu sekolah terbaik. Persepsi masyarakat
terhadap suatu sekolah, tidak selamanya sesuai dengan realita “keunggulan” yang
dimiliki sekolah. Apalagi fenomena yang kini makin mengemuka, terjadi
pergeseran sistem nilai (termasuk habit dan behavior) di masyarakat terhadap
dunia pendidikan. Baik penilaian tentang sekolah bergengsi, sekolah favorit,
dan sekolah alternative. Faktor makro environment (teknologi ekonomi, kebijakan
pemerintah dan kultur) yang paling mempengaruhi adalah ekonomi. Terlebih pada
saat situasi ekonomi saat ini yang tidak menentu dengan lonjakan harga minyak
dunia dan kebutuhan bahan pokok.
Makalah inovasi pendidikan dengan tema “inovasi sarana
prasarana yang tepat guna” didalamnya membahas mengenai pentingnya saran dan
prasarana yang tepat guna sampai pada cara mengimplementasikannya.
Konsep Sarana Dan Prasarana
A. Pengertian
Sarana dan prasarana sebagai bagian integral dari
keseluruhan kegiatan pembelajaran di satuan pendidikan mempunyai fungsi dan
peran dalam pencapaian kegiatan pembelajaran sesuai kurikulum satuan pendidikan.
Agar pemenuhan sarana dan prasarana tepat guna dan berdaya guna (efektif dan
efisien), diperlukan suatu analisis kebutuhan yang tepat di dalam perencanaan
pemenuhannya.
Secara Etimologis (bahasa) prasarana berarti alat
tidak langsung untuk mencapai tujuan dalam pendidikan, misalnya :
lokasi/tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, uang dsb.
Sedangkan sarana berarti alat langsung untuk mencapai
tujuan pendidikan. Misalnya ; Ruang, Buku, Perpustakaan, Laboratorium dsb.
Dengan demikian dapat di tarik suatau kesimpulan bahwa
Administrasi sarana dan prasarana pendidikan itu adalah semua komponen yang
secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan
untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri.Menurut keputusan menteri P
dan K No 079/ 1975, sarana pendidikan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu :
- Bangunan
dan perabot sekolah
- Alat
pelajaran yang terdiri dari pembukuan , alat-alat peraga dan laboratorium.
- Media
pendidikan yang dapat di kelompokkan menjadi audiovisual yang menggunakan
alat penampil dan media yang tidak menggunaakan alat penampil.
Sarana pendidikan adalah segala macam peralatan yang
digunakan guru untuk memudahkan penyampaian materi pelajaran. Jika
dilihat dari sudut murid, sarana pendidikan adalah segala macam peralatan
yang digunakan murid untuk memudahkan mempelajari mata pelajaran.
prasarana pendidikan adalah segala macam peralatan,
kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan guru (dan murid) untuk memudahkan
penyelenggaraan pendidikan.
Perbedaan sarana pendidikan dan prasarana pendidikan
adalah pada fungsi masing-masing, yaitu sarana pendidikan untuk “memudahkan penyampaian/mempelajari
materi pelajaran, ” prasarana pendidikan untuk “memudahkan penyelenggaraan
pendidikan.” Dalam makna inilah sebutan “digunakan langsung” dan “digunakan
tidak langsung” dalam proses pendidikan seperti telah disinggung di muka
dimaksudkan. Jelasnya, disebut “langsung” itu terkait dengan penyampaian materi
(mengajarkan materi pelajaran), atau mempelajari pelajaran. Papan tulis, misalnya,
digunakan langsung ketika guru mengajar (di papan tulis itu guru menuliskan
pelajaran). Meja murid tentu tidak digunakan murid untuk menulis pelajaran,
melainkan untuk “alas” murid menuliskan pelajaran (yang dituliskan di buku
tulis; buku tulis itulah yang digunakan langsung).
B. Bagian-bagian sarana dan prasarana
Sarana pendidikan itu berdasarkan fungsinya dapat
dibedakan menjadi:
1. Alat pelajaran
Alat pelajaran adalah alat-alat yang digunakan untuk
rekam-merekam bahan pelajaran atau alat pelaksanaan kegiatan belajar. Yang
disebut dengan kegiatan “merekam” itu bisa berupa menulis, mencatat, melukis,
menempel (di TK), dan sebagainya.
Papan tulis, misalnya, termasuk alat pelajaran jika
digunakan guru untuk menuliskan materi pelajaran. Termasuk juga kapur
(untuk chalkboard) atau spidol (untuk whiteboard) dan
penghapus papan tulis. Buku tulis, pinsil, pulpen atau bolpoin, dan penghapus
(karet stip dan “tipeks”), juga termasuk alat pelajaran.
Alat pelajaran yang bukan alat rekam-merekam
pelajaran, melainkan alat kegiatan belajar, adalah alat-alat pelajaran olah
raga (bola, lapangan, raket, dsb.), alat-alat praktikum, alat-alat
pelajaran yang digunakan di TK (gunting, kertas lipat, perekat dsb), alat-alat
kesenian dalam pelajaran kesenian, alat-alat “pertukangan” (tukang pahat,
tukang kayu, tukang anyam, tukang “sunggi”/tatah wayang, dsb.) dalam pelajaran
kerajinan tangan.
2. Alat peraga
Alat peraga adalah segala macam alat yang digunakan
untuk meragakan (mewujudkan, menjadikan terlihat) objek atau materi
pelajaran (yang tidak tampak mata atau tak terindera, atau susah untuk
diindera). Manusia
punya raga (jasmani, fisik), karena itu manusia terlihat. Dengan kata lain,
bagian raga dari makhluk manusia merupakan bagian yang tampak, bisa dilihat (bagian
dalam tubuh manusia pun bisa dilihat, tentu saja jika “dibedah”). Itu intinya
“meragakan,” yaitu menjadikan sesuatu yang “tak terlihat” menjadi terlihat.
Dalam arti luas yang tak terindera (teraba untuk yang tunanetra).
“Tak terlihat” itu termasuk seperti dalam kasus ini:
Kambing yang ada jauh di luar sekolah, tentu tak terlihat. Agar terlihat,
kambing itu didekati (murid dibawa ke tempat kambing), atau didekatkan (kambing
dihadirkan ke sekolah). Bunga yang ada di luar kelas pun tak terlihat murid. Agar
terlihat, bunga itu dibawa ke dalam kelas. Ka’bah, menara Eiffel, Gedung
Putih, itu berada nun jauh di sana, tak terlihat murid. Agar murid tahu
bentuk ka’bah, maka ka’bah itu dihadirkan sosok (raganya) ke dalam kelas (lewat
tiruannya atau gambarnya).
Berkaitan dengan ini harus hati-hati jangan sampai
tertukar dengan metode demonstrasi (metode peragaan), yaitu guru
meragakan sesuatu, misalnya guru meragakan cara rukuk dan sujud yang
benar dalam solat. Juga jangan tertukar dengan metode pemberian contoh (yang
mirip dengan metode demonstrasi), misalnya guru memberi contoh menyanyikan lagu
baru, guru memberi contoh cara membaca Qur’an dengan tartil, dan guru memberi
contoh membaca puisi. Perhatikan ini: Guru yang meragakan cara rukuk yang benar
tidak berubah fungsi menjadi alat peraga, yaitu sebagai alat yang membantu guru
(digunakan guru) meragakan cara rukuk. Guru kan tidak menggunakan dirinya
sendiri sebagai alat bantu dirinya. “Masa jeruk makan jeruk!”
Alat peraga suka dibedakan menjadi dua macam,
yaitu: (1) alat peraga sebenarnya, dan (2) alat peraga tiruan. Bunga dalam
materi pelajaran tentang bunga dapat diragakan oleh bunga asli, bisa dengan
gambar bunga. Otak manusia sangat sulit untuk diragakan oleh benda aslinya,
jadi dibuat alat peraga tiruan berupa gambarnya atau “bonekanya” (torso–bahasa
Belanda; arti sebenarya badan atau tubuh patung). Murid (dan guru) tidak
bisa “melihat” pulau-pulau yang terletak di Indonesia, maka lalu dibuatlah peta
untuk meragakan bentuk dan letaknya.
3. Media pendidikan
Media pendidikan (media pengajaran) itu sesuatu yang
agak lain sifatnya dari alat pelajaran dan alat peraga. Kadang orang
menyebut semua alat bantu pendidikan itu media, padahal bukan. Alat
pelajaran dan alat peraga memerlukan keberadaan guru. Alat pelajaran dan alat
peraga membantu guru dalam mengajar. Guru mengajarkan materi pelajaran dibantu
(agar murid dapat menangkap pelajaran lebih baik) oleh alat pelajaran dan alat
peraga. Oleh media, di sisi lain, guru bisa “dibantu digantikan”
keberadaannya. Dengan kata lain, guru bisa tidak ada di kelas, digantikan oleh
media. Lalu, apa itu media?
Secara bahasa (asal-usul bahasa atau etimologis) media
(medium) itu merupakan perantara. Jadi, dalam konteks tertentu, bahasa ibu bisa
disebut sebagai medium pengajaran yang digunakan di TK-TK di desa-desa.
Bahasa Inggris merupakan medium pengajaran di sekolah-sekolah
internasional. Itu sisi lain, bukan media sebagai sarana (alat bantu)
pendidikan. Begitu pula “dukun” menjadi “medium” berkomunikasi dengan
arwah-arwah leluhur (dalam kepercayaan tertentu).
Istilah media digunakan pula dalam bercocok tanam.
Arang kulit padi, misalnya, dapat dijadikan media tanam terbaik bagi tanaman
hias tertentu. Air dapat menjadi media tanam tanaman tertentu (disebut cara
bercocok tanam sistem hidroponik).
Media (medium) dalam konteks pendidikan, mempunyai
makna sama dengan media dalam komunikasi (karena pendidikan itu juga
komunikasi; komuniksi antara pendidik dan pedidik atau yang dididik).
Media komunikasi merupakan perantara penyampaian pesan (messages) yang
berupa informasi dan sebagainya, dari komunikator (“pembicara”) ke komunikan
(yang diajak “bicara”).
Surat kabar merupakan media komunikasi masa dari
“orang-orang surat kabar” kepada masa (publik, masyarakat). “Orang-orang surat
kabar” itu maksudnya semua yang berkomunikasi lewat surat kabar. Jadi, ada
pemasang iklan yang berkomunikasi kepada masyarakat luas lewat media surat
kabar. Ada Presiden yang berkomunikasi (dikomunikasikan oleh wartawan) lewat
media surat kabar. Begitu halnya dengan radio dan televisi.
Prasarana pendidikan adalah segala macam alat,
perlengkapan, atau benda-benda yang dapat digunakan untuk memudahkan (membuat
nyaman) penyelenggaraan pendidikan.
Ruang kelas itu termasuk prasarana pendidikan. Meja
dan kursi itu termasuk prasarana pendidikan. Jelasnya, kegiatan belajar di
ruang kelas (yang sejuk dan sehat) tentu lebih nyaman dibandingkan di luar
ruangan yang panas berdebu. Belajar dengan duduk di kursi yang nyaman tentu
lebih enak daripada duduk di bangku yang reyot atau “lesehan” (duduk-duduk
bersila). Menulis beralaskan meja tentu lebih nyaman dibandingkan menulis
beralaskan lantai. Nah, awas, diulang lagi: meja bukan alat untuk menuliskan
pelajaran!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar